By: Rivani Gunawan

Assalamualaikum...
Ini adalah ceritaku tahun lalu---Agak seru sih--- Aku merasa harus menulisnya. Sebenaranya yang lebih cocok dibanding cerita adalah pengalaman. Pengalaman dimana aku menapaki jejakku diatas tanah gunung berapi terbesar kedua di Indonesia, Gunung Rinjani. Ya, ini merupakan kali pertamaku trekking di Rinjani. Aku tak berangkat seorang diri, namun ditemani oleh dua orang teman baikku semasa SMA dulu, Rosid dan Delva. Kami mempersiapkan segala sesuatunya dengan sempurna. Tas carieer, dan juga peralatan lain. Awalnya aku tak mendapat izin dari orang tua. Wajar sih, orang tua menghawatirkan anaknya untuk hidup di alam bebas, dan liar. Namun setelah kujelaskan bahwa Insha Allah semuanya aman, mereka bisa mengerti.
Hari pertama, kami berangkat dengan diantar oleh ayah Delva, dengan menggunakan mobil. Namun, hanya sampai di Mas Bagik, Lombok Tiimur. Tapi nggak apalah yang penting kami bisa menhemat biaya seminim mungkin. Setelah menempu perjalan dari Mas Bagik, kami melanjutkan dengan menggunakan Bemo sampai ke Sembalun. Kami memang berencana akan mendaki melalui Pelawangan Sembalun.
Setelah melalui perjalanan sambil tertidur dengan menggunakan Bemo. Kami turun terlebih dahulu di depan sebuah rumah kecil yang merupakan tempat para pendaki untuk mendaftarkan diri. Setelah mendaftar kami melanjutkan kete lokasi awal pendakian. Wah.., ternyata banyak sekali para pendaki yang telah mempersiapkan dirinya untuk melihat panorama Gunung Rinjani. Ada yang membawa kamera, yang mungkin akan mereka gunakan untuk mengabadikan gambarnya di salah satu Gunung tertinggi itu. Kami pun tak lupa juga untuk membawa kamera.. hehe.
“Inilah saatnya” pikirku. Bersama teman-temanku menapaki indahnya panorama ciptaan Sang Khalik. Dengan beriring do’a dan juga tas carieer yang melekat di dipunggung dengan perbekalan di dalamnya, kami pun berangkat menapaki jejak-jejak langkah baru di Gunung Rinjani. Di setiap langkah kami lewati dengan mengobrol, bercanda, spaya perjalanan terasa cepat. Di sepanjang jalan, kami tak lupa pula, walaupun kami berjalan jauh, namun kami tak lupa pada dzat yang telah memberikan kami kesempatan untuk melakukan perjalanan. Mungkin berbeda dengan pendaki lain yang, kami tetap melakukan ibadah wajib kami meski itu dengan cara dijama’.
Aku dan dua kawanku menemukan rekor baru dalam perjalanan. Kami hanya mendaki kurang lbih setengah hari saja menuju Pelawangan Sembalun, dimana kebanyakan pendaki jarang ada yang mampu, bahkan mereka harus menggelar tendanya di tengah jalan karena malam mendahului mereka. Hal ini juga difaktori jumlah kami yang Cuma tiga orang, tak ada penghambat.
Setelah sampai di Pelawangan, kami pun langsung menggelar tenda dan tak lupa pula mengelar sajadah untuk mengingat Dia yang menciptakan alam yang menakjubkan ini. Setelah makan kami pun memutuskan istirahat, karena hari mulai larut, dan kami berencana esok hari akan melakukan pendakian ke puncak atau muncak.
           
To be Continued.......



 
Top