Oleh : Abdul Hafiz (Ketua DPO SKI At-Tafakkur 2016)
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam dan shalawat atas nabi Muhammad SAW, para sahabat, sahabiyah dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya.
Sebelum saya melanjutkan tulisan ini, saya memohon maaf kepada pihak yang tersinggung atau kurang suka dengan isi tulisan ini. Tidak ada niat lain selain mengharapkan ridha-Nya dan saya berharap bisa jadi bahan evaluasi buat kita semua.
Dakwah kampus intinya ada dua, harakah tajnid dan harakah ‘amal, yaitu organisasi pengkaderan dan organisasi amal. Secara otomatis, jika kita ingin mengukur keberhasilan dakwah kampus adalah dengan dua indikator tersebut yaitu berapa kader yang terekrut dan berapa kerja-kerja yang kita lakukan. Karena kita punya dua indikator, keberhasilan dakwah yang kita lakukan dikatakan sempurna ketika kita mampu memaksimalkan pengkaderan dan kerja.
Indikator 1 : Kerja (‘amal)
Kerja yang dimaksud disini adalah semua ‘kebermanfaatan’ yang kita berikan kepada objek dakwah kita. Program yang kita laksanakan harus menjawab permasalah masyarakat. Itulah kenapa saat kita membuat program kerja selalu ada latar belakangnya. Ini penting. Sangat penting. Karena yang kita harapkan adalah efek kebermanfaatan. Hanya ada lelah dan kesia-siaan apabila tidak ada kesusuain antara masalah dan ‘amal. Jadi platform utamanya adalah menawarkan solusi.
Indikator 2 : Pengkaderan
Pengkaderan yang kita harus komprehensif. Yaitu keseimbangan kualitas dan kuantitas. Keseimbangan kader A1, A2 dan A3. Keseimbangan siyasah dan dakwiyah. Keseimbangan ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah. Dan seterusnya. Dibawah ini adalah piramida penjenjangan yang kita buat bersama tahun 2014.
Fokus utama yang coba saya analisis adalah keseimbangan penjenjangan. Yaitu keseimbangan kader mula, muda dan purna (A1, A2 dan A3). Ibarat piramida di atas, harus ada kesesuaian diantara ketiganya. Karena regenerasi terus berjalan dan eskalasi dakwah kampus terjadi setiap setahun sekali. Dalam konsep prophetic leadership, generasi penerus harus mampu melanjutkan cita-cita dari para  founding fathernya. Agar dakwah berjalan pada relnya. Saat regenerasi ini mandek, maka terjadi disharmonisasi kerja dakwah. Yang menyebabkan kegalan dakwah.
Karena perekrutan (pengkaderan) sangat dekat dengan kuantitas maka penilaian yang kita lakukan biasanya berdasarkan jumlah. Berapa jumlah? Karena indikator kuantitas cepat mengukurnya. Berbeda dengan kualitas. Membutuhkan waktu yang lebih lama dan alat ukur yang rumit.
Berikut presentase peserta ikhwan LMD 2 2016 :

Dari data di atas, dapat kita ambil kesimpulan
1.       Konsistensi KSI Al-Israa’, berbekal militansi kader LDF ini terus mengukuhkan diri sebagai LDF percontohan di Universitas Mataram.
2.       Kemunduran al-Kahfi, mengingat FKIP selama ini menjadi lumbung kader dan fakultas dengan jumlah mahasiswa terbanyak yaitu sekitar 1500-an mahasiswa per angkatan.
3.       Kebangkitan SKI At-Tafakkur, dari sekian fakultas yang ada MIPA adalah fakultas dengan jumlah mahasiswa paling sedikit, hanya 160-an mahasiswa per angkatan. Atau sekitar 10% dari mahasiswa FKIP.
4.       Stagnansi UKMI Al-Iqtishad, UKK As-Siraaj dan MT An-Nahl.
5.       Perintisan SKI Asy-Syajarah dan IC Ashabul Jadid. Sebagai LDPS yang baru tentu saja perlu proses untuk menjadikannya besar.
6.       Kejatuhan SKI As-Syifa’, PSI Al-Mujahidin dan FKI Al-Bahrain.
Apakah semua berakhir disini? Tentu saja tidak.
Itu hanya angka. Tapi bukan sekedar angka. Itu adalah gambaran umum kondisi kita di masing-masing LDF. Selebihnya kita yang lebih tau kondisi masing-masing.
So, who will be the next one? Wallahu a’lam bisshawab.

Sekian Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
 
Top